Temui segera Chaerul," suruh beliau
Ya, dengan teka untuk bersama-sama dengan berbagai kekuatan lain melawan komunis dan mengangkat harga diri masyarakat.
PRRI tahun 1961 akibat tidak tahan hidup Kami pulang pasca-PRRI sekitar tahun 1962, menyusul Harun Zain.
Bagian ini akan saya kisahkan panjang lebar di sini.
"DIBAKAR" OM YAMIN Pada suatu hari di pertengahan tahun 1962, kami-waktu itu saya redaktur pelaksana harian Semesta dan Mohammad Darmalis wartawan Kantor Berita Antara-sedang duduk- duduk di tangga Gedung Parlemen (DPR), Jalan Wahidin, Jakarta.
Tangga di teras itu sehari-hari memang tempat penantian para wartawan untuk mencegat obyek berita seperti anggota DPR dan menteri.
Mendadak kami disapa oleh Mr Mohammad Yamin, Menteri Penerangan.
Beliau baru saja menghadiri sidang dewan legislatif: Ei, manga juo lai kalian di siko.
Tahu kalian, kini 'ndak rantau lai nan batuah, tapi lah kampuang awak bana nan batuah." (Mengapa kalian masih di sini.
Pulanglah ke Padang.
Tahukah kalian, kini tidak lagi rantaru yang bertuah, tapi sudah kampung kita benar yang bertuah).
Beliau tidak setuju PRRI sebab dianggap gerakan separatis, memisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beliau sangat prihatin terhadap akibat-akibat yang ditanggungkan Sumatra Barat.
ami terperanjat, apa maksud ucapan Om Yamin ini, panggilan kami kepada beliau sehari-hari.
Kami iringi beliau menuju mobilnya, Mercedes Benz antik nomor polisi B.1234 dang diparkir di pekarangan bekas gedung sociteit tak jauh tempat kami beliau sapa tadi.
Sebelum naik mobil kami Menerbitkan Koran "Aman Makmur Kami tidak punya modal, Om," jawab kami kepada si Binuang asal Talawi, Sawahlunto itu.
Beberapa hari kemudian, kami bertemu lagi dengan Om Yamin.
Temui segera Chaerul," suruh beliau.
"Saya sudah bicara dengan dia tentang kalian mau ke Padang," tukasnya.
Om Yamin tampak serius.
Kami berdua membawa amanat Pak Yamin tersebut kepada dua rekan kami, Saifullah Alimin dan Mahyudin Hamidy.
Mereka keduanya wartawan Kantor Berita Antara, tapi sedang terikat wajib militer Angkatan Laut.
Saiful dan Hamidy baru saja kembali dari Sumatra Barat menengok sanak-keluarga di kampung Mereka menceritakan parasaan rakyat diteror setiap oleh OPR dan oknum-oknum ABRI yang sebagian ber- hari orientasi ke kiri.
Kami sepakat pulang kampung sesuai anjuran Pak Yamin, sedangkan Saifullah dan Mahyuddin harus lebih dulu menye- lesaikan ikatan dinas mereka.
PRRI tahun 1961 akibat tidak tahan hidup Kami pulang pasca-PRRI sekitar tahun 1962, menyusul Harun Zain.
Bagian ini akan saya kisahkan panjang lebar di sini.
"DIBAKAR" OM YAMIN Pada suatu hari di pertengahan tahun 1962, kami-waktu itu saya redaktur pelaksana harian Semesta dan Mohammad Darmalis wartawan Kantor Berita Antara-sedang duduk- duduk di tangga Gedung Parlemen (DPR), Jalan Wahidin, Jakarta.
Tangga di teras itu sehari-hari memang tempat penantian para wartawan untuk mencegat obyek berita seperti anggota DPR dan menteri.
Mendadak kami disapa oleh Mr Mohammad Yamin, Menteri Penerangan.
Beliau baru saja menghadiri sidang dewan legislatif: Ei, manga juo lai kalian di siko.
Bagian ini akan saya kisahkan panjang lebar di sini
Pulanglah ka Padang.Tahu kalian, kini 'ndak rantau lai nan batuah, tapi lah kampuang awak bana nan batuah." (Mengapa kalian masih di sini.
Pulanglah ke Padang.
Tahukah kalian, kini tidak lagi rantaru yang bertuah, tapi sudah kampung kita benar yang bertuah).
Beliau tidak setuju PRRI sebab dianggap gerakan separatis, memisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beliau sangat prihatin terhadap akibat-akibat yang ditanggungkan Sumatra Barat.
ami terperanjat, apa maksud ucapan Om Yamin ini, panggilan kami kepada beliau sehari-hari.
Kami iringi beliau menuju mobilnya, Mercedes Benz antik nomor polisi B.1234 dang diparkir di pekarangan bekas gedung sociteit tak jauh tempat kami beliau sapa tadi.
Sebelum naik mobil kami Menerbitkan Koran "Aman Makmur Kami tidak punya modal, Om," jawab kami kepada si Binuang asal Talawi, Sawahlunto itu.
Temui segera Chaerul," suruh beliau
Spontan saja beliau menjawab, "Nanti saya bicara dengan Chairul Saleh." Chairul Saleh waktu itu memegang peranan penting dalam peme- rintahan Orde Lama, jadi Wakil Perdana Menteri Utama, membidangi beberapa departemen "basah".Beberapa hari kemudian, kami bertemu lagi dengan Om Yamin.
Temui segera Chaerul," suruh beliau.
"Saya sudah bicara dengan dia tentang kalian mau ke Padang," tukasnya.
Om Yamin tampak serius.
Kami berdua membawa amanat Pak Yamin tersebut kepada dua rekan kami, Saifullah Alimin dan Mahyudin Hamidy.
Mereka keduanya wartawan Kantor Berita Antara, tapi sedang terikat wajib militer Angkatan Laut.
Saiful dan Hamidy baru saja kembali dari Sumatra Barat menengok sanak-keluarga di kampung Mereka menceritakan parasaan rakyat diteror setiap oleh OPR dan oknum-oknum ABRI yang sebagian ber- hari orientasi ke kiri.
Kami sepakat pulang kampung sesuai anjuran Pak Yamin, sedangkan Saifullah dan Mahyuddin harus lebih dulu menye- lesaikan ikatan dinas mereka.
Comments
Post a Comment