Saya tak perlu mengulanginya
Sjahril menugaskan saya membawa beberapa wartawan korban pemberangusan.
Antara lain Mansjur dan as dari Pedoman.
Dari Nusantara I Made Subrata, dari The Ab Menganggur Koran Diberangus Sejak 1956, di kedua daerah itu ditambah Sumatra Utara, berlangsung barter komoditas hasil daerah setempat den bahan-bahan bangunan lewat Pelabuhan Telukbayur (Padang) Bitung (Sulut) dan Teluk Nibung (Sumut).
Daerah dianak- tirikan.
Waktu itu pembangunan lebih dipusatkan di Jawa.
Ada yang menyebut gerakan itu separatis, memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, tapi sebenarnya adalah koreksi terhadap Pemerintah Pusat.
Sejumlah pemimpin datang dari Jakarta ke Padang untuk bergabung.
Begitu pula beberapa perwira seperti Kolonel Dahlan Djambek, Letnan Kolonel Abu Nawas.
Sementara Kolonel Maludin Simbolon sudah lebih dulu datang dari Medan.
Bung Karno yang tidak lagi didampingi Bung Hatta bersilantasangan (leluasa) membuat kebijaksanaan-kebijak sanaan politik, malah yang cukup fatal: mengubur demokrasi murni dan mengganti dengan apa yang dinamakannya demo- krasi terpimpin.
Bung Karno bermesraan dengan PKI (Partai Komunis Indonesia), yang berkiblat Beijing-Cina DI KANTOR DPP-IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia), Jalan Menteng Raya, tokoh-tokoh partai yang opisisi terhadap Bung Karno membentuk Liga Demokrasi Mereka mewakili partai Masyumi, PSI (Partai Sosialis Indonesia), Parkindo (Partai Kristen), Partai Katolik, disertai organisasi onderbouw-nya masing-masing saya mengikuti kegiatan liga tersebut dan bergaul dengan tokoh-tokohnya.
Seorang di antaranya Charles ulu, pemimpin pemberontakan Merah Putih di Manado Sehari-hari Ta tahun 1947.
Beliau duduk di pimpinan liga, mewakili IPKI Pergaulan saya dengan Charles Taulu makin hari makin rapat.
Malah dengan keluarga dan anak-anaknya seperti Julius Taulu, Hein Sewu, SP Gonie,Tengker dan lain-lain.
Tentu saja den gan saudara-saudara Minahasa lainnya.
Sering kali diajak kumpul-kumpul di rumah keluarga Sulut itu Jalan Cirebon 10 Menteng 8 Menerbitkan Korarn "Aman Makmur" PASCA PRRI: MINANG MAIMBAU ERANG PRRI (1958-1961) terjadi karena Pemerintah Pusat-di bawah Presiden Soekarno, PM Djuanda darn KSAD A.
H.
Nasution-menyelesaikan tuntutan-tun- tutan politis di "daerah-daerah bergolak"yang merasa dianak- tirikan dengan penumpasan militer.
Saya tak perlu mengulanginya.
Juga tidak perlu saya ulangi bahwa tokoh-tokoh Indonesia asal Sumatra Barat ada yang pro dan anti-PRRI Perlu saya garis bawahi di sini, bahwa akibat-akibat penumpasan militer oleh APRI membawa akibat-akibat sosial poltik yang luas di Sumata Barat, baik ketika operasi-operasi penumpasan sedang berjalan maupun sesudahnya.
Korban PRRI selama 2,5 tahun jauh lebih seocrypt besar dibanding perang korban dekoan perang selama 4,5 tahun di zaman Revolusi Kemer- Situasi pemerintahan lokal terasa militeristis dan otoriter, Rakyat tak berkutik.
Kehilangan harga diri.
Dampak perang PRRI membuat masyarakat Minang secara kese- Menerbitkan Koran "Aman Makmur berhenti di tempat kerjanya waktu itu demi karier, dan sebagainya arus perantauan menghebat dari Sumatra Barat Ketika seusai perang sebagai "orang kalah", kami malahan termasuk gelombang orang-orang Minang yang justru pulang kampung untulk menyelamatkan daerah dan masyarakatnya.
Antara lain Mansjur dan as dari Pedoman.
Dari Nusantara I Made Subrata, dari The Ab Menganggur Koran Diberangus Sejak 1956, di kedua daerah itu ditambah Sumatra Utara, berlangsung barter komoditas hasil daerah setempat den bahan-bahan bangunan lewat Pelabuhan Telukbayur (Padang) Bitung (Sulut) dan Teluk Nibung (Sumut).
Daerah dianak- tirikan.
Waktu itu pembangunan lebih dipusatkan di Jawa.
Ada yang menyebut gerakan itu separatis, memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, tapi sebenarnya adalah koreksi terhadap Pemerintah Pusat.
Saya tak perlu mengulanginya
Guna menyatukan gerakan tersebut, di Padang pertengahan bulan Februari 1958 diproklamasikan pembentukan kabinet tandingan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) pimpinan Sjafruddin Prawiranegara dengan beberapa menteri.Sejumlah pemimpin datang dari Jakarta ke Padang untuk bergabung.
Begitu pula beberapa perwira seperti Kolonel Dahlan Djambek, Letnan Kolonel Abu Nawas.
Sementara Kolonel Maludin Simbolon sudah lebih dulu datang dari Medan.
Bung Karno yang tidak lagi didampingi Bung Hatta bersilantasangan (leluasa) membuat kebijaksanaan-kebijak sanaan politik, malah yang cukup fatal: mengubur demokrasi murni dan mengganti dengan apa yang dinamakannya demo- krasi terpimpin.
Bung Karno bermesraan dengan PKI (Partai Komunis Indonesia), yang berkiblat Beijing-Cina DI KANTOR DPP-IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia), Jalan Menteng Raya, tokoh-tokoh partai yang opisisi terhadap Bung Karno membentuk Liga Demokrasi Mereka mewakili partai Masyumi, PSI (Partai Sosialis Indonesia), Parkindo (Partai Kristen), Partai Katolik, disertai organisasi onderbouw-nya masing-masing saya mengikuti kegiatan liga tersebut dan bergaul dengan tokoh-tokohnya.
Seorang di antaranya Charles ulu, pemimpin pemberontakan Merah Putih di Manado Sehari-hari Ta tahun 1947.
Beliau duduk di pimpinan liga, mewakili IPKI Pergaulan saya dengan Charles Taulu makin hari makin rapat.
Malah dengan keluarga dan anak-anaknya seperti Julius Taulu, Hein Sewu, SP Gonie,Tengker dan lain-lain.
Tentu saja den gan saudara-saudara Minahasa lainnya.
Sering kali diajak kumpul-kumpul di rumah keluarga Sulut itu Jalan Cirebon 10 Menteng 8 Menerbitkan Korarn "Aman Makmur" PASCA PRRI: MINANG MAIMBAU ERANG PRRI (1958-1961) terjadi karena Pemerintah Pusat-di bawah Presiden Soekarno, PM Djuanda darn KSAD A.
H.
Nasution-menyelesaikan tuntutan-tun- tutan politis di "daerah-daerah bergolak"yang merasa dianak- tirikan dengan penumpasan militer.
Nasution-menyelesaikan tuntutan-tun-
Hal itu diawali dengan pemboman oleh pesawat-pesawat AURI Keadaan negara dalam SOB (Staat van Oorlog en Beleg dalam keadaan bahaya), menempatkan pimpinan milier di atas sipil di bawah komando Presiden sebagai PanglĂma Tertinggi Keadaan SOB yang didekritkan Presiden Soekarno pada tahun 1957 untuk mengantisipasi gagalnya perjuangan merebut Irian Barat lewat diplomatis di forum PBB, justru digunakan untuk menumpas PRRI yang membawakan aspirasi rakyat di "dae- rah-daerah bergolak" Sudah banyak buku ditulis tentang itu.Saya tak perlu mengulanginya.
Juga tidak perlu saya ulangi bahwa tokoh-tokoh Indonesia asal Sumatra Barat ada yang pro dan anti-PRRI Perlu saya garis bawahi di sini, bahwa akibat-akibat penumpasan militer oleh APRI membawa akibat-akibat sosial poltik yang luas di Sumata Barat, baik ketika operasi-operasi penumpasan sedang berjalan maupun sesudahnya.
Korban PRRI selama 2,5 tahun jauh lebih seocrypt besar dibanding perang korban dekoan perang selama 4,5 tahun di zaman Revolusi Kemer- Situasi pemerintahan lokal terasa militeristis dan otoriter, Rakyat tak berkutik.
Kehilangan harga diri.
Dampak perang PRRI membuat masyarakat Minang secara kese- Menerbitkan Koran "Aman Makmur berhenti di tempat kerjanya waktu itu demi karier, dan sebagainya arus perantauan menghebat dari Sumatra Barat Ketika seusai perang sebagai "orang kalah", kami malahan termasuk gelombang orang-orang Minang yang justru pulang kampung untulk menyelamatkan daerah dan masyarakatnya.
Comments
Post a Comment